Alhamdulillah sudah masuk bulan Syawal. Uwu.
Lebaran? Alhamdulillah masih bisa lebaran sendirian di kosan. Ya walaupun saat hari pertama masuk kerja secara virtual, hanya diri ini seorang yang terisak-isak saat menyampaikan selamat lebaran ke rekan-rekan kantor. Sampe pada ngejapri dikira kenapa. Ya ampun malu, masih pagi pula :(
Ternyata hamba se-mellow itu Ya Allah.
Ternyata hamba se-mellow itu Ya Allah.
Udah gitu, siangnya. Ada lagi itu chat. Serius, seketika itu kepala puyeng. Beneran pusing di kepala kiri atas, bagian depan. Ya di situ lah.. Sampe-sampe yg niatnya hari itu mau full kerja koreksi laporan yg segunung, gagal. Cuma tiduran megangin kepala. Heran juga level stress saya bisa naik hingga segitunya. Alhamdulillah jam 9 malam, bisa bangkit buat pesen makan setelah seharian jadi meriang-meriang manja. Untung vibe positif bisa muncul setelah dengerin lagu Blackpink 1 album.
Chat yang di 2 bulan sebelumnya, kondisinya juga sama aja. Chat datang di saat diklat Palembang. Di saat itu otak dan perhatian harus fokus ke soal ujian. Yasudahlah, dibalas seada-adanya. Oh Anantri, ingat jaga ucapan. Karena sesungguhnya, berkomunikasi dengan chat itu sangat sulit. Di saat kamu tidak bisa benar-benar menyampaikan apa yg kamu mau, bisa menyakiti orang. Apalagi di saat lawan bicara sedang dalam kondisi yang tidak bagus. Jujur, saya pernah beberapa kali menangis hanya karena bacaan di pesan yang menurut saya sangat nyelekit di hati. Padahal saat itu pertanyaan sudah saya lontarkan dengan baik (menurut saya). See, kita tidak pernah tahu apa yang sedang dialami orang lain sebelum dia memulai obrolan dengan kita. Jadi lebih baik tahan diri untuk mengatakan sesuatu yang sekiranya kurang baik. Ya dan saya pun pernah melakukan hal yang sebaliknya. I'm so sorry. Bagaimana pun komunikasi jarak jauh memang beresiko seperti itu.
---
Oke itu tadi sesi curhat, sekarang kita masuk ke materi utama.
Beberapa saat yang lalu, saya menyimak video dari Youtube bapak Lukito Edi Nugroho, terkait bagaimana mengenali kebosanan saat menjalani proses studi. Di situ bapaknya membagi pengalaman gimana posisi beliau yang jauh dari keluarga saat itu, bisa menjadi pemicu kebosanan dan kejenuhan dalam kuliah. Ditambah lagi dengan kondisi sakit, yang makin menurunkan semangat beliau sampai -sampai sempat terpikir untuk pulang. Beruntungnya saat itu, keluarga beliau bisa menyusul ke negara tempat beliau kuliah. Ajaibnya psikologi manusia, mendengar kabar bahwa istri setuju untuk berangkat sudah membuat sakitnya tiba-tiba sembuh separuh. Lalu begitu istrinya mendarat dari pesawat dan dijemput oleh beliau sendiri, sakitnya auto lenyap.
Nah poin yang ingin disampaikan beliau adalah, rasa bosan dan jenuh itu bukan sesuatu yang permanen. Ingat, itu sementara. Kalau bisa kita mengenali penyebabnya, kita akan bisa mengupayakan solusinya, dan rasa bosan pasti akan hilang dengan sendirinya.
Cerita kedua yang beliau sampaikan adalah, saat beliau bertanya-tanya kembali tentang apa sebenernya tujuan beliau kuliah S3 saat itu. Terlebih topik riset beliau yang saat itu masih jarang ditemui di Indonesia, membuat semangat beliau kembali menurun begitu beliau kembali ke Jogja. Selain itu, beliau juga diamanahi beberapa tanggung jawab yang saat itu berbeda atmosfir dengan background pendidikan beliau. Namun, walaupun beliau tidak ada pengalaman sebelumnya, ternyata di saat beliau menjalani peran baru beliau, beliau merasa nyaman. Padahal bisa dibilang banyak sekali permasalahan yang dihadapi pada saat itu, tapi entah kenapa selalu saja ada solusi yang muncul saat beliau dan tim mencoba mengatasinya.
Poin kedua yang disampaikan oleh beliau adalah, ternyata rasa nyaman itu mucul karena beliau terlatih untuk berpikir secara sistematis, terstruktur, dan objektif. Modal itu lah yang beliau dapatkan dari proses sekolah. Karena saat menjalani riset S3 dulu, beliau tanpa sadar berlatih cara untuk menalar dan berpikir dengan berdasarkan fakta. Pola pikir yang tanpa sadar terbentuk dan menjadi bekal beliau, yang tentu saja juga dibantu diarahkan oleh pembimbing semasa riset.
Poin kedua yang disampaikan oleh beliau adalah, ternyata rasa nyaman itu mucul karena beliau terlatih untuk berpikir secara sistematis, terstruktur, dan objektif. Modal itu lah yang beliau dapatkan dari proses sekolah. Karena saat menjalani riset S3 dulu, beliau tanpa sadar berlatih cara untuk menalar dan berpikir dengan berdasarkan fakta. Pola pikir yang tanpa sadar terbentuk dan menjadi bekal beliau, yang tentu saja juga dibantu diarahkan oleh pembimbing semasa riset.
Pesan yang disampaikan beliau di akhir adalah kita harus bisa me-manage rasa bosan saat kuliah, entah itu kuliah S1, S2, atau S3. Karena dibalik kebosanan (yang sesungguhnya tidak permanen itu), bekal untuk pola pikir kita dalam menghadapi permasalahan apapun akan kita dapatkan. Lebih berharga dari sekedar gelar, ya walaupun gelar itu juga bonus yang bikin orang tua ikut bangga. Ya khaan.
Silakan mengunjungi video beliau di Youtube untuk bisa mendengar ceritanya secara lengkap. Video singkat yang mudah dicerna, khas dosen-dosen Teknik UGM yang bikin saya hobi bahagia kuliah jaman S1. Tidak hanya sekedar membeli ilmu, namun juga motivasi yang jauh lebih berharga.
Silakan mengunjungi video beliau di Youtube untuk bisa mendengar ceritanya secara lengkap. Video singkat yang mudah dicerna, khas dosen-dosen Teknik UGM yang bikin saya hobi bahagia kuliah jaman S1. Tidak hanya sekedar membeli ilmu, namun juga motivasi yang jauh lebih berharga.
Comments
Post a Comment