Skip to main content

Keberangkatan

Perjalanan kami dari Jogja ke Matsuyama memang cukup memakan waktu. Pada saat itu, tiket kami beli secara kolektif dengan bantuan agen perjalanan yang ada di Jogja. Setelah melalui berbagai perundingan, akhirnya kami putuskan untuk membeli tiket Maskapai Air Asia. Tiket yang kami beli, merupakan dua rute terpisah yakni Jogja-Malaysia dan Malaysia-Osaka. Sekedar informasi, untuk tiket tersebut, seorang dari kami membayar sekitar 6,8 juta rupiah.

Tiket tersebut hanya mengantar kami sampai Osaka saja, belum ke Kota Matsuyamanya. Nah, dari Osaka ke Matsuyama, kami dibantu oleh anak Ehime yg saat itu ada di Indonesia untuk membeli tiket maskapai Peach Air. Kalau dirupiahkan, harganya sekitar 500 ribuan. Tapi itu baru tiket berangkatnya aja, pulangnya belum ditentukan mau naik apa.

Jadi inilah catatan perjalanan kami...

25 Sept 2016

Kami berangkat dari Bandara Adisutjipto Jogja pada sore hari. Hanya kami ber-19, karena Mas Syukron yang sedang ada lomba entah di negeri mana, akan menyusul dari Malaysia. Mas Syukron adalah mahasiswa S1 angkatan 2010 dari Jurusan Teknologi Informasi, kebetulan pada Agustus 2014 kami sama-sama diwisuda.
Foto perjalanan JOG-KLIA2, diapit oleh para mafia
(Belakang: Bang Kardo, Mas Andi, Mas Erik; Tengah: Tria, Dek Sita, saya; Depan: Mas Arde, Mas Felix)

Foto awan sek, biar burem yang penting ada
Sampai di Malaysia, kami bergabung dengan Mas Syukron dan menunggu pesawat berikutnya. Kami bahkan sempat makan di situ. Makan KFC dengan cita rasa Malaysia, not bad lah. Saya agak lupa, apakah saya tukar uang ringgit di bandara KLIA2 atau sejak dari jogja, tapi kayaknya sih di situ. Suasana di KLIA2 lumayan rame, bandaranya gede pula. Suasana internasional sudah terasa dengan banyaknya bule dan wajah-wajah asia yang beraneka rupa.

Grup anak TI lagi ngantri di konter check in KLIA2 (Mas Andi dan Mas Syukron)
Lewat tengah malam kami naik ke pesawat, pesawatnya lebih besar dari yang sebelumnya. Saat itu saya dapat kursi di hampir paling belakang. Selama sekitar 7 jam perjalanan, saya hanya tidur, bangun, dan tidur lagi. Tidur di kursi pesawat memang nggak bisa senyenyak tidur di kelas saat kuliah.

26 Sept 2016

Voila!
Kami sampai di atas langit Jepang pas matahari lagi terbit. Dan itu bagus. Banget. Memanjakan mata kami yang masih kriyip-kriyip dan wangi iler. Sayang saai itu nggak sempat ambil kamera buat ambil gambar. 

Tak lupa sebelum turun dari pesawat, kami diminta untuk mengisi form buat ditumpuk di imigrasi nanti. Turun dari pesawat, kami naik semacam aerotrain gitu buat ke terminalnya. Makwus njuk nyampe ke terminal utama.


Suasana dalam aerotrain menuju terminal utama
Nglesot sambil mainan tongsis bluetooth baru punya Jo
Agak bingung juga, kenapa saat itu klesotan, padahal kursi juga nggak jauh dari situ. Selagi menunggu Mas Perwita, ketua regu kami, tanya-tanya di informasi, saya main-main ke kamar mandi buat buat bersih-bersih muka. Saya pun nggak melewatkan kesempatan buat bereksperimen dengan segala tombol yang ada di kloset bandara. Secara Jepang kan terkenal dengan fitur kloset yang emejing. Men, pencetannya lebih banyak dari kalkulator saya. Hal norak pertama yang saya lakukan di Jepang. Hahahaha.

Akhirnya kami menitipkan koper kami ke loker sebelum mengecek kondisi terminal tempat kami akan berangkat besokannya. Lagi-lagi Jepang begitu mempesona dengan self service macam penitipan loker ini. Sayang, saya nggak ngeluarin kamera buat foto-foto bagian lokernya. Lain kali deh saya cerita di postingan tersendiri. Saat itu, kami pakai beberapa loker buat barengan untuk menaruh barang kami yang berdua puluh orang.

---

Kansai memang punya dua terminal, terminal tempat kami tiba tadi adalah terminal 1. Sedangkan pesawat kami besok dilayani oleh terminal 2. Keduanya dihubungkan dengan free shuttle bus, nggak ada 5 menit jaraknya. Bus stop nya kebetulan ada di deket Hotel Nikko diseberang Terminal 1, jadi kami harus jalan dulu ke sana.

Menurut info yang saya dapat dari wikipedia, terminal 2 ini merupakan terminal untuk maskapai LCC (low-cost carrier), yang secara eksklusif ditempati oleh maskapai Peach. Peach sendiri juga yang me-request bentuk dan sarana minimalis dari terminal ini untuk meminimalkan operating cost-nya. Hal itu bisa dilihat dari bentuk bangunannya yang hanya satu saja, tanpa eskalator, tanpa ac di jalan ke pesawatnya, dan no jet bridges, jadi kalo pas hujan katanya penumpang dipinjemi payung gitu.
Jembatan penyeberang ke arah Hotel Nikko, Kansai

Rombongan ibu pengajian (Tria, Mb Himma, Dek Sita, Mb Rinda, Mb Rani)
Suasana di dalam shuttle bus
Departure Hall sekaligus Arrival Hall di Terminal 2
Setelah mempelajari kondisi terminal 2, kami balik lagi ke terminal 1 buat makan. Iya kami kelaparan. Cacing diperut udah goyang dombret kayang sambil salto sedari mendarat pagi tadi. Makanan pertama saya adalah udon dari salah satu resto halal di bandara Kansai yang bernama U-don. Rasanya hambar sih buat lidah saya, porsinya lumayan gede dan sampai harus dibantu Mba Rani untuk menghabiskannya. Gomen
Penampakan udon, terlihat sedikit tapi bikin kenyang
Foto udon mbak Rani, hmm, kelihatan lebih enak (Dok. Ani Hairani 2014)

---

Setelah makan, kami memutuskan untuk jalan-jalan keluar bandara. Nggak jauh sih, masih di Kansai juga. Kami ditemenin sama temen Jepang Mas Felix, naik bis ke daerah  Rinku, bayar berapanya juga lupa. Mas Felix ini adalah mahasiswa S2 dari Teknik Kimia.


Menanti bus menuju Rinku, di luar lantai 1 terminal 1
Naik bis berbayar untuk pertama kalinya di Jepang. Pak supir berkuasa penuh atas bis yang beliau bawa. Dia yang nyupir dan dia juga yang bertanggung jawab bukain bagasi samping, dan bantuin penumpang masukin bagasinya. Nggak kayak kopata yang kita bayarnya ke kenek atau langsung ke tangan supirnya pas mau turun, ini di bayarnya ke kotakan di samping bapaknya pas sekalian naik. Gatau sih kalo yang bayar pakai kartu, entah di bis itu ada apa nggak. Kami naruh duitnya di atas konveyor kecil di dalam kotakan. Ajaibnya lagi bagi saya adalah, kalo uangnya kegedean, bisa ditukar pula di kotakan itu. Jadi tinggal masukin koin pecahan besar ke lubang kayak celengan, trus nanti keluar deh recehan kecil di samping. Nah tinggal taruh di konveyor sejumlah yang dibutuhkan. Shibui!

Cerita tentang mampir ke Rinku nya, bersambung di postingan selanjutnya ya!

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Tes AcEPT UGM

1 Oktober 2016. Setelah pada postingan terdahulu saya mengulas pengalaman saat mengikuti Tes PAPs UGM, kali ini saya akan membagikan pengalaman saya saat mengikuti AcEPT. Bagi mahasiswa yang ingin, sedang, atau pernah melanjutkan pendidikan pascasarjananya di UGM mungkin sudah tidak asing lagi dengan tes ini. FYI, di sini tidak akan ditemukan contoh soal maupun tips dan trik untuk lolos pada kedua tes tersebut ya.. Silakan baca juga: Pengalaman Tes PAPs UGM Pengalaman Tes Pro-TEFL UNY Pengalaman TOEFL PBT di IONs Yogyakarta AcEPT AcEPT atau Academic English Proficiency Tes t merupakan tes kemampuan bahasa inggris yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Bahasa (PPB) UGM sebagai salah satu syarat untuk pendaftaran kuliah pascasarjana di UGM. Saat yudisium pun hasil tes ini nanti diperlukan, emm, walaupun mungkin dengan TOEFL juga bisa. Mungkin. Serupa dengan Tes PAPs, saya juga sudah dua kali mengikuti tes ini. Apakah ini hanya suatu kebetulan sodara-sodara?

Pengalaman Tes PAPs UGM

1 Oktober 2016. Rektorat UGM selepas hujan gerimis. Bagi mahasiswa yang ingin, sedang, atau pernah melanjutkan pendidikan pascasarjananya di UGM mungkin sudah tidak akan asing lagi dengan tes PAPs dan AcEPT. Kali ini, saya ingin berbagi sedikit pengalaman saat saya mengikuti kedua tes tersebut. FYI, di sini tidak akan ditemukan contoh soal maupun tips dan trik untuk lolos pada kedua tes tersebut yaa...  Silakan baca juga: Pengalaman Tes AcEPT UGM Pengalaman Tes Pro-TEFL UNY Pengalaman TOEFL PBT di IONs Yogyakarta Tes PAPs Tes PAPs atau Tes Potensi Akademik Pascasarjana merupakan salah satu syarat untuk pendaftaran kuliah pascasarjana di UGM. Selain dengan PAPs ini, sepertinya dapat digunakan juga sertifikat Tes Potensi Akademik (TPA) dari BAPPENAS. Tes PAPs yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi UGM ini, nantinya juga dipakai untuk keperluan yudisium. Saya berkesempatan mengikuti tes ini dua kali, yakni pada tahun 2014 dan 2017. Rajin ya. Kekhilafan ya

Pengalaman TOEFL PBT di IONs

Trotoar di samping GSP. Penghujung bulan September, ditutup dengan sebuah tes yang saya daftar pada detik-detik terakhir penutupan registrasi. Sehari sebelum tes, tidak sengaja membaca info tentang promo TOEFL PBT, yang diselenggarakan oleh IONs bekerja sama dengan komunitas mahasiswa masukugm.  Tes tersebut ditawarkan dengan harga Rp100.000,00 (dari harga normal Rp150.000,00) dan sertifikat yang langsung jadi pada hari itu juga. Karena saya sedang membutuhkan sejenis TOEFL PBT dalam waktu singkat, saya pun mendaftar hari itu juga untuk kemudian tes pada esok siangnya. Apalagi dengan harga yang lebih miring dibanding biasanya. Beruntung masih ada slot kosong untuk saya. Jumat itu memang sedikit riweuh. Masih harus tutorial di kampus pada pagi hingga waktu dzuhur, dan beberapa perintilan untuk bertemu dosen. Entah mengapa tiba-tiba menjadi sok sibuk dalam sehari, padahal hari-hari sebelumnya gabut.  Oh lyfe . Btw, mengisi tutorial itu semacam, bolos kuliah pada satu semest