Skip to main content

Fieldtrip to Kurushima-Kaikyo Bridge and Kawara Museum (Part II)

Jalan di depan museum.


Setelah sekian lama, lama yang beneran lama, cerita Fieldtrip to Kurushima-Kaikyo Bridge akhirnya akan saya lanjutkan. Postingan kali ini akan menceritakan lokasi kunjungan kedua yang kami datangi pada hari itu, yaitu Museum Kawara

15 Oktober 2014

Part II: Kawara-Kan Tile Museum

Setelah hati bahagia bisa naik ke atas pilar Jembatan Kurushima-Kaikyo yang setinggi langit di angkasa, kami menuju ke Museum Kawara. Namun sebelumnya, kami diajak untuk makan siang dulu di sebuah restoran. Makan siang kali itu berbeda dari nuansa bento pada fieldtrip sebelumnya. Kali ini kami datang ke restoran 'prasmanan' dengan banyak sekali menu khas jepang. Hum, sayang sekali saya nggak sempat ambil banyak foto, terlalu lapar dan kalap.


Ya Allah enak ini tu.


Selesai melaksanakan ritual makan, tempat tujuan kami selanjutnya adalah museum. Saat itu saya belum tau juga museum apa yang akan kami datangi. Saya hanya ingat, jalan menuju ke sana banyak melewati sawah padi yang sudah mulai menguning. Pemandangan di sepanjang jalan uwu banget sih, khas pedesaan di Jepang kali ya.


Kayak begini-begini ini sepanjang jalan.

Bagian depan Museum Kawara


Akhirnya sampailah kami ke Museum Kawara!

Ternyata, Museum Kawara ini adalah semacam museum genting atap. Kalo diperhatikan, bangunan-bangunan Traditional khas Jepang memang memiliki atap dengan ornamen-ornamen yang unik dan tidak biasa. Rasa-rasanya, setiap wilayah di Jepang memiliki ciri khas sendiri untuk atap-atap bangunan rumah mereka. Apalagi Jepang ya, bikin apapun pasti ada filosofi yang super duper mendalam dan detail. Itu yang bikin kagum. Tapi bentuk-bentuk hewan di bagian atap ini juga bikin ingat sama atap-atap di Jogja gitu nggak sih?

Salah satu miniatur rumah lengkap dengan genting khas, dan penjelasan namanya (eh gatau itu bacanya apa sih sebenernya).


Seperti selayaknya sebuah museum, museum ini bercerita tentang sejarah seni per-gentingan di Jepang. Nah, wilayah Imabari tempat museum ini berada ternyata adalah salah satu pusat pembuatan genting khas yang terkenal di Jepang. Pada museum ini, sejarah tentang genting diceritakan melalui berbagai media antara lain diorama, pajangan, foto, alat-alat kerajinan tradisional, ilustrasi, dan berbagai macam produk-produk gerabah. Seingat  saya museum ini terdiri atas beberapa lantai, dan setiap lantai memiliki tema yang berbeda untuk barang-barang koleksinya.


Berbagai jenis genting, yang nggak difoto masih buanyak lagi.
Saya lupa ini apa, sejenis artefak genting juga sih kayaknya.

Peralatan yang dipakai perajin di masa lalu.
Tria dan Kak Elin berpose di jejeran artefak genting.
Tugu Jogja? Hahaha.
Ruangan tempat diorama yang bercerita tentang sejarah genting

Proses pengolahan bahan untuk genting di masa lalu.
Proses membakar genting ala jepang di masa lalu.

Selain itu, disana juga ada display ruangan yang khas Jepang. Lengkap mulai dari pintu masuk, ruang tengah, kamar mandi, dan juga halaman samping. Kami pun harus melepas sepatu untuk masuk ke dalam. Agak kurang lengkap juga sih dokumentasi yang saya ambil untuk ruangan tersebut. Di bawah ini saya selipkan beberapa yang saya punya.

Wanita-wanita doyan foto.
Seperti biasa, Mas Arde mulai beraksi.
Taman-taman yang ada di luar ruangan tersebut.

Taman di bukit belakang museum, agak sayang juga sih saya nggak naik ke situ.

Rombongan pakbapak foto di halaman samping.
Rombongan bukibuk, minus Dek Sita.




Tebak ini siapaaaaa, Mikyan dan Imabari-san.



Salah satu lukisan yang dipajang, Jembatan Kurushima-Kaikyo?
Lukisan bunga lucu-lucu juga banyak.
Makhluk mitos ala-ala jepang.

Salah satu bagian gedung yang menampilkan lukisan-lukisan dan ilustrasi.
Mba Himma dan Mb Rinda, peri-peri Teknik Kimia.


Jo - Mas Andi - Mas Maul.
Mas Felix.

Suhu-suhu dari Teknik Mesin.
Mas Erik.
Pose awkward di depan entah lupa itu apa.

Yang dulu belum ketahuan bakal jadi suami Tria, Mas Syukron.

Dinding di lobi depan museum.
Ratna.

Oke, itu saja sedikit gambaran dari apa saja yang kami jumpai selama seri cerita Fieldtrip ke Museum Kawara yang ada di Imabari. Sampai jumpa di postingan jejepangan lainnya!

Pose sebelum pulang di depan museum.

Siap-siap pulaaang.

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Tes AcEPT UGM

1 Oktober 2016. Setelah pada postingan terdahulu saya mengulas pengalaman saat mengikuti Tes PAPs UGM, kali ini saya akan membagikan pengalaman saya saat mengikuti AcEPT. Bagi mahasiswa yang ingin, sedang, atau pernah melanjutkan pendidikan pascasarjananya di UGM mungkin sudah tidak asing lagi dengan tes ini. FYI, di sini tidak akan ditemukan contoh soal maupun tips dan trik untuk lolos pada kedua tes tersebut ya.. Silakan baca juga: Pengalaman Tes PAPs UGM Pengalaman Tes Pro-TEFL UNY Pengalaman TOEFL PBT di IONs Yogyakarta AcEPT AcEPT atau Academic English Proficiency Tes t merupakan tes kemampuan bahasa inggris yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Bahasa (PPB) UGM sebagai salah satu syarat untuk pendaftaran kuliah pascasarjana di UGM. Saat yudisium pun hasil tes ini nanti diperlukan, emm, walaupun mungkin dengan TOEFL juga bisa. Mungkin. Serupa dengan Tes PAPs, saya juga sudah dua kali mengikuti tes ini. Apakah ini hanya suatu kebetulan sodara-sodara?

Pengalaman Tes PAPs UGM

1 Oktober 2016. Rektorat UGM selepas hujan gerimis. Bagi mahasiswa yang ingin, sedang, atau pernah melanjutkan pendidikan pascasarjananya di UGM mungkin sudah tidak akan asing lagi dengan tes PAPs dan AcEPT. Kali ini, saya ingin berbagi sedikit pengalaman saat saya mengikuti kedua tes tersebut. FYI, di sini tidak akan ditemukan contoh soal maupun tips dan trik untuk lolos pada kedua tes tersebut yaa...  Silakan baca juga: Pengalaman Tes AcEPT UGM Pengalaman Tes Pro-TEFL UNY Pengalaman TOEFL PBT di IONs Yogyakarta Tes PAPs Tes PAPs atau Tes Potensi Akademik Pascasarjana merupakan salah satu syarat untuk pendaftaran kuliah pascasarjana di UGM. Selain dengan PAPs ini, sepertinya dapat digunakan juga sertifikat Tes Potensi Akademik (TPA) dari BAPPENAS. Tes PAPs yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi UGM ini, nantinya juga dipakai untuk keperluan yudisium. Saya berkesempatan mengikuti tes ini dua kali, yakni pada tahun 2014 dan 2017. Rajin ya. Kekhilafan ya

Pengalaman TOEFL PBT di IONs

Trotoar di samping GSP. Penghujung bulan September, ditutup dengan sebuah tes yang saya daftar pada detik-detik terakhir penutupan registrasi. Sehari sebelum tes, tidak sengaja membaca info tentang promo TOEFL PBT, yang diselenggarakan oleh IONs bekerja sama dengan komunitas mahasiswa masukugm.  Tes tersebut ditawarkan dengan harga Rp100.000,00 (dari harga normal Rp150.000,00) dan sertifikat yang langsung jadi pada hari itu juga. Karena saya sedang membutuhkan sejenis TOEFL PBT dalam waktu singkat, saya pun mendaftar hari itu juga untuk kemudian tes pada esok siangnya. Apalagi dengan harga yang lebih miring dibanding biasanya. Beruntung masih ada slot kosong untuk saya. Jumat itu memang sedikit riweuh. Masih harus tutorial di kampus pada pagi hingga waktu dzuhur, dan beberapa perintilan untuk bertemu dosen. Entah mengapa tiba-tiba menjadi sok sibuk dalam sehari, padahal hari-hari sebelumnya gabut.  Oh lyfe . Btw, mengisi tutorial itu semacam, bolos kuliah pada satu semest