|
Foto hasil unduh dari Official Account Line Cagar Budaya, kalau burem ya maaf. |
Hari minggu terakhir di bulan Juli kemarin, saya isi dengan mengikuti kegiatan fieldtrip yang diselenggarakan oleh Komunitas Cagar Budaya. Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin ikut acara dari komunitas ini, namun baru kemarin saya bisa ikut bergabung.
Fieldtrip yang saya ikuti saat itu adalah untuk mengeksplorasi kawasan Kotabaru yang ada di bagian tengah dari kota Yogyakarta. Sedikit banyak fieldtrip tersebut mengangkat tema tentang evolusi Kotabaru dari jaman ke jaman.
|
Ini adalah poster kegiatan yang juga saya dapat dari OA Line Cagar Budaya. |
Saya berangkat bersama Dini, yang sudah lebih dahulu tahu tentang komunitas tersebut. Fieldtrip ini sendiri merupakan fieldtrip yang ke enam yang diadakan oleh komunitas yang bisa dibilang cukup baru ini. Dengan pengurus yang sepertinya juga seangkatan dengan saya atau malah lebih muda, kegiatan komunitas ini sangat bermanfaat untuk memperkenalkan bangunan maupun situs cagar budaya terutama yang ada di wilayah Jogja.
|
Foto yang diambil setelah berjalan menyusuri Kotabaru. Mengkilap kaya coro (saya), kalo Dini sih tetep kaya abis mandi. |
Selain kami berdua, trip ini diikuti oleh peserta lain yang berjumlah sekitar 20-30an orang, sepertinya. Rata-rata adalah mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di Jogja, bahkan ada juga beberapa yang dari Solo. Jurusannya pun bermacam-macam, mulai dari yang ada hubungannya seperti dari sejarah, arkeologi, arsitek, sampai yang rada jauh seperti saya (Teknik Sipil) dan Dini (Kedokteran Hewan).
|
Mas-mas pemandu yang saya lupa namanya. Baru sadar kalo mirip banget sama Mas Naf BPTS versi agak putihan. Muka ama logatnya mirip sekali btw. |
Sebenarnya Kotabaru sendiri sudah tidak asing bagi saya. Keberadaan bangunan-bangunan bergaya eropa peninggalan jaman kolonial yang ada di situ pun dapat dengan mudah kita kenali. Mencontek dari materi fieldtrip, kawasan Kotabaru dahulunya diperuntukkan sebagai kawasan pemukiman orang-orang Belanda. Berlokasi di timur Sungai Code, dahulu Kotabaru disebut dengan Nieuwe Wijk. Nahkan susah sekali itu diketik, belum juga nanti pronounciation-nya. Wkwk.
|
Peta lama dari kawasan Kotabaru (source), di artikel tersebut penjelasannya juga cukup lengkap. |
Kota ini dirancang dengan rapi dan teratur, lengkap dengan fasilitas terbaik pada masa itu. Kawasan ini menjadi semacam 'Little Holland' yang ada di tengah perkampungan jawa, hampir mirip seperti Kota Lama di Semarang maupun Kota Tua di Jakarta. Layaknya kawasan elite pada masa itu, Kotabaru pada masa itu juga sama sekali tidak berhubungan dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Rute dari fieldtrip saat itu secara singkat adalah dari Museum Sandi, ke arah masjid Syuhada, kantor RRI, Gereja HKBP, Gereja St Antonious, bekas gardu listrik, kemudian kembali ke Museum Sandi. Kegiatan ini menjadi semacam napak tilas tentang seperti apa bangunan tersebut pada jaman dahulu, serta penampakan atau alih fungsinya saat ini.
|
"Mbak yang topi pink tua, nengok dong.." |
|
"Eh, gajadi mbak, balik ngadep depan aja". Wkwk, ternyata yang tua bukan cuma pink topinya, mukanya juga :( |
Setelah menyusuri dan mendengar penjelasan terkait sejarah sambil berjalan di sisi talud Sungai Code hingga ke Masjid Syuhada, kami singgah di halaman kantor RRI. Pada kesempatan itu kami juga mendapatkan sesi live sketching dari komunitas Indonesia Sketchers Jogja. Mbakat ora mbakat, semua diminta untuk mencoba membuat sketch di situ.
|
Ini adalah bangunan yang dipilih untuk digambar. Berada di antara rentetan kios bunga di Kotabaru. |
|
Sketch dari mas-mas dari komunitas IS jogja, baru setengah jadi aja bagus. Ini foto juga cuma nyomot dari line. |
|
Meanwhile.... ah, sudahlah. |
Sebagai lulusan teknik sipil saya merasa gagal. Ilmu tentang gambar isometri dan prinsip perspektif berasa nggak ada gunanya. Bertahun-tahun belajar menggunakan kalkir dan rapido, hasilnya tetep begitu, wkwkwk. Tapi yakinlah, semasa SMA saya pernah membuat beberapa skets gambar yang febeles to the moon and back. Walaupun hasil nyontek juga, wkwkwk. Nyontek kok bangga.
|
Gereja HKBP Jogja. |
|
Gereja St. Antonius, tempat Cahyong dan Nuce biasa ibadah. |
Setelah menyambangi (cielah menyambangi) gereja, seminari, serta susteran, kami berjalan kembali ke Museum Sandi. Di jalan kami sempat berhenti di SD Ungaran dan juga bekas gardu listrik.
|
Pasti bangunan ini tidak asing lagi kan ya. Ternyata dulunya ini adalah gardu listrik untuk kawasan Kotabaru. Nah yang di depannya, emm mungkin penjaga gardu. Wkwk. |
Sesampainya di Museum Sandi, kami makan siang terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan kunjungan ke dalam museum. Sebelumnya, saya bahkan tidak sadar kalo di daerah situ terdapat sebuah museum yang mengabadikan sejarah persandian di Indonesia. Fieldtrip tersebut memang sungguh bermanfaat bagi manusia kurang wawasan seperti saya. Dan saya rasa, museum ini cocok buat jalan-jalan anak sekolahan. Tapi sayang saya tidak banyak mengambil gambar di dalam.
|
Salah satu alat bantu persandian untuk mengkode gebetan. Tangan Dini is so kewl as usual. |
Hari minggu yang sangat berfaedah bagi pengangguran seperti saya. Tentu saya akan sangat bersemangat untuk ikut kegiatan Cagar Budaya selanjutnya!
Oiya, info terkait dengan kegiatan Komunitas Cagar Budaya, Komunitas Indonesia Sketchers Joga, maupun Museum Sandi bisa di cek di
website komunitas cagar budaya, ataupun akun instagram
@cagarbudaya_kita,
@is_jogja,
@museum.sandi.
PS: Selain yang ada keterangan sumber, foto saya peroleh dari kamera hape saya dan kamera Dini.
Comments
Post a Comment