Skip to main content

RCT: Trip to Semarang

Lawang Sewu di Semarang unch unch.

Perjalanan ke Semarang kali ini, adalah perjalanan cukup jauh kedua yang dilakukan oleh RCT. Yang pertama adalah saat Ninik nikahan. Sayangnya tidak semua 'anggota' bisa ikut dikarenakan satu dan lain hal. Tapi bisa dibilang, ini adalah liburan yang cukup terencana. Hahaha.

Mengapa terencana?
Karena kami sudah memesan penginapan, memikirkan transportasi yang dipakai (mobil Olan-yang tidak perlu menyewa-dan yang penting sudah include driver), menyepakati dresscode yang dipakai jalan-jalan ala anak kekinian (hahaha, ini penting), dan bahkan menyusun itinerary seperti di bawah. Yha, walaupun pada akhirnya kenyataan berkata lain.


Travel itinerary ala yumgambreng


Siapa saja?
Mas Fan, Ninik, Dini, Saya, Sesu, dan Olan. Ini adalah anggota RCT yang memastikan diri bisa ikut, setelah sekian lama kami mencari hari yang pas di Bulan April, yang kebetulan setiap weekend-nya bertabur dengan tanggal merah. Ajib sekali memang.

Lepas landas dari kediaman Tuan dan Nyonya Irfan selepas Ashar, perjalanan kami diawali oleh keterkejutan dengan cerita tentang mobil Olan yang-ternyata-adalah-hadiah-dari-undian-belanja dari salah satu Mall di Malioboro beberapa tahun lalu. Wow and wow, saya tidak menyangka sebelumnya kalau undian berhadiah mobil itu beneran ada, hahaha. Lesson learned no.1, kalau disuruh Ibuk buat ngisi voucher undian begituan jangan males, kali aja rejeki sob! Selebihnya perjalanan kami diisi dengan makan, cerita dan kemacetan yang imut-imut. Dan kali ini guyonan whatsApp yang kering kerontang ala Olan, kami saksikan secara live sepanjang perjalanan. Oh men, sungguh menyiksa relung jiwa dan raga.

Mejeng sebelum otewe (minus Mas Fan), disponsori oleh senyum palsu sok kecakepan.
Iya, itu saya pakai daster.

Lama waktu tempuh Jogja-Semarang berkisar pada 3-4 jam. Bisa kurang atau bahkan bisa lebih lama. Berhubung kali itu long weekend, sepertinya saat itu perjalanan kami pas 4 jam. Tapi enaknya ke Semarang dengan mobil pribadi bersama teman adalah banyak ketawanya, banyak makannya, bisa gegoleran sesuka hati, dan bisa dada-dada sama sopir truk di belakang. Beberapa kali saya naik Joglosemar, cuma ditinggal bobo yang di sebelah. Selain itu dengan mobil sendiri, dikau bisa bebas berhenti di sebanyak mungkin Indomaret maupun SPBU yang dikau mau. Tips: bawa bantal yang empuk dan wangi, pakai jilbab, celana dan baju yang seadem dan selonggar mungkin, siapkan lagu favoritmu, dan simpan dulu gadgetmu. Dijamin bisa duduk nyaman ala princess, badan nggak gatel, dan mengurangi pusing-pegal. Karena yang nyaman itu emang penting, bisa bikin betah. Tapi kalau udah nyaman tapi dianya tetap pergi, ya mungkin kalian nggak jodoh. Eh, ini apa ya.

Tempat 1: Richeese Factory (Jl. S. Parman)

Ingin ke sini karena di Jogja belum ada. Syedih. Padahal kalo adapun nggak bakal dateng tiap hari juga, yekan. Saya sendiri sih baru pertama kali jajan di sini. Thanks Richeese for the sayap ayam enak, yang walaupun hanya level dua, telah sukses membakar lidah saya. Dan ternyata minumannya pun tidak membantu, namun justru membuat rasa terbakar menjalar hingga ke kuping. Dasar kamu ayam sambalado! Lesson learned no.2, besok lagi, pesennya level 1 aja dan nasinya dua. Sekeluarnya dari Richeese kami segera naik ke mobil, karena rupanya gerimis, rupanya gerimis mengundang... Tips: antrian jajan di Richeese lumayan panjang, jadi bagi tugas aja siapa yang mau ngantri, siapa mau cop tempat, dan siapa yang mau pipis. Em, yang terakhir itu bagian saya.

Abege veteran yang telat gaul di Richeese.


Tempat 2: Coffe Shop, yang lupa namanya apa

Kami memilih untuk nongkrong dulu sebelum ke penginapan. Berhubung kami masih berada di wilayah Semarang atas, kami pun mencari beberapa tempat. Selama perjalanan saya baru tau, di malam hari ternyata banyak sekali cafe kece nan romantis di Semarang atas yang sepertinya pas untuk dijadikan arena panjat sosyel. Setelah berputar-putar kami berhenti di coffe shop kecil, tidak terlalu ramai. Kami pesan beberapa kopi untuk berenam dan melanjutkan obrolan penting-tidak-penting selama di situ. Baru di tengah malam kami meluncur asoy menuju penginapan.


Tempat 3: Penginapan, Paragon, entah alamatnya di mana

Thanks google map, kami akhirnya menemukan si Paragon ini. Yaa Paragon ini sejenis dengan si Paragon kost exclusive yang ada di Jogja, bisa dipakai untuk kos harian atau bulanan. Lengkap dengan TV, AC, wifi, dan kamar mandi dalam. Sayang saya lupa foto bagian dalamnya. Dan sayang juga air panasnya agak macet. Lagi-lagi karena long weekend tarif per kamar, sebesar 220 ribu, lebih mahal dari hari biasa yang entah berapa. Demi berhemat, kami hanya memesan 3 kamar. Dan iya, saya sekamar dengan Dini dan Sesu. Muat kok kasurnya, muat.

Pagi harinya kami langsung checkout  dan memulai jalan-jalan di Semarang. Hore!

Cabe-cabean kosan paragon. Btw, mbak berdua di depan flawless amatciy,
bikin muka saya jadi turun kasta, kesyel.


Tempat 4: Lawang Sewu

Sempat diawali dengan kebingungan tentang 'mau sarapan apa dan di mana? Akhirnya setelah memutari tugu muda beberapa kali (beneran diputerin oleh Olan di bunderannya, wkwk), ujung-ujungnya kami makan soto gerobak di depan Lawang Sewu. Lumayan 7 ribu, walaupun isinya nggak sebanyak dan seenak Soto Pak Nanto Pogung, yaudah lah Nan. Bagi qlean yang bawa kendaran pribadi, motor atau mobil, ada kantong parkir di gang samping dan halaman ruko yang ada di sebelah kiri Lawang Sewu. Tapi gatau sih kalo pas hari biasa, bisa atau nggak parkir di halaman ruko. Atau kalau kalian merasa konco kenthel dengan Pak Ganjar bisa kok parkir di Wisma Perdamaian yang ada di seberang kanan Lawang Sewu. Krik.


Foto di halaman tengah Lawang Sewu. Cek en ricek kamera oleh Mas Fan.
Mengorbankan tas para nyonya buat jadi pijakan kamera.


Lalu masuklah rombongan kosidahan kami ke Lawang sewu. Tiketnya saat itu 10 ribu/orang dan bisa langsung dibeli di pintu masuk. Tibalah ke agenda utama, berjalan menyusuri Lawang Sewu dan berfoto sepuas mungkin. Saya tidak akan bercerita banyak tentang sejarah bangunan Lawang Sewu maupun cerita-cerita ala uji nyalinya karena saya sendiri tidak  tahu banyak. Selain itu, sudah banyak artikel maupun blog lain yang membahas itu. Blog saya sih cuma bagian nggak berfaedahnya saja lah nanti, dudududu. Setahu saya, bangunan Lawang Sewu ini dulu sempat menjadi kantor urusan perkeretaapian entah di jaman penjajahan Belanda atau orde baru. Sampai sekarang saja yang mengelola masih PT KAI sepertinya. Dari kuliah yang pernah saya dapat, Semarang sendiri memang dahulu cukup komplit dalam penyediaan sarana transportasi pelabuhan maupun kereta. Duh maaf informasi yang saya sajikan di sini memang tidak valid, hahaha.




Kembali lagi ke cerita kami. Perjalanan ini memang semacam jadi sesi foto halal antara Mas Fan dan Ninik, itu kata Dini. Semua sudut di Lawang Sewu itu cantik, syahdu, dan cubeth cubeth cubeth. Hasilnya fotonya sangat memuaskan bagi kamera dan jepretan abal-abal kami. Tips: kalau ingin leluasa berfoto di sini adalah jangan datang pas liburan, karena banyak orang lalu lalang seperti cendol dan sulit untuk bisa berfoto steril dari para figuran. 

Yang cabal ya Din ya.
Maap burem. Salahin tukang fotonya!
Entah apa yang salah sama foto ini. Kurang greget Lawang Sewu-nya.
Model fabyeles dengan tukang foto abal-abal
yang tidak mengerti cara framing foto yang baik dan benar.
Si mba Dokter Hewan yang juga calon mahasiswa master.
Senyum alamiah syariah dari Mba Sesu.
Entah ini maksudnya apa :(

Seperti yang saya bilang, semua pintu, jendela, lorong, tangga, tembok, semua bagian dari bangunan antik Lawang Sewu ini juara bila diabadikan dalam foto. Tips lagi: jangan berlama-lama di satu titik, karena terdapat banyak pintu maupun lorong yang hampir mirip. Jamah semua bagian gedungnya. Terdapat banyak informasi dan foto berfaedah yang terdapat di situ. Yakalo bisa jangan foto mlulu, sambil belajar dan nambah ilmu itu bisa banget. Tapi sayang itu tidak kami lakukan.
Mecoba pose nengok-genic.
Berpose ala keluarga bahagia di depan gawang-gawang pintu yang instagramable.
Bapak Irfan dan Bapak Olan in pose.
Foto bomb experts ya beginih. Mengganggu kemesraan suami istri.


Mencoba foto bejejeran ala instagram. Dininya yang ambil foto.

Giliran sepi, kagak ada yang mau difotoin.
Pembuat sakit mata #1.
Pembuat sakit mata #2.
"Ses, kamu berdiri di situ biar muncul separo akunya".
Kemudian Dini yang motoin mual liat muka saya.
"Ses, sekali lagi".
Dan Dini pun mual lagi.
Rooftop girls. Njay.
Perebut topi kisanak.

"Din difotoin tapi segini aja yah".
Konsumen banyak maunya.

Kemudian mingkemnya gabisa biasa aja.

Dan tetap imutan muka si Dini.

Nebeng foto di lapak depan Lawang Sewu.
Bayar seikhlasnya ke abangnya.


Tempat 5: Tong Tjie Tea House

Karena kami lapar lagi, kami mampir ngadem dan jajan di Mall yang ada di sebelah simpang lima. Tujuan kami adalah nongkrong bentar di Tong Tjie. Btw, entah karena lapar atau gimana, semua makanan yang kami pesan di situ terasa nikmat dan ludes. Rombongan perut gentong beraksi. Di situ pulalah kami mengenal kelezatan haqiqi dari singkong thailand. MAU LAGI MAU LAGI!

Tempat 6: Kota Lama (Gereja Blenduk dan Spiegel Bar & Bistro)


Gereja Blenduk. Semacam landmark di Kota Lama.

Sebagai ikon dari Semarang, kawasan ini wajib untuk dikunjungi sob. Sebenernya saya dan Kota Lama sudah sedikit sohib, sedikit banget tapi, karena sudah beberapa kali saya datang dan memutari wilayah itu (entah dengan berjalan kaki maupun naik kendaraan). Iya di acara INWC kemarin. Ya tapi kalo ditinggal sendirian tetep nyasar juga sepertinya. Tips: Jadi Semarang itu, mataharinya ada 9 cyin. Kalo ke sini bawa topi deh minimal, puanas. Payung juga boleh. Parkir di sini juga mudah, parkirnya on street di depan gereja dan toko-toko. Tapi yaitu, kalo bawa motor siap-siap joknya maknyoz.


Jalan kaki biar kayak tourist internesyenel.

Ngeyup karna gatau musti ngapain.
Lanjutan sesi foto couple. Entah yang dua orang di pinggir itu ngapain.

Qaqa Dini eksyen di gang.

Bangunan merah di belakang Dini juga khas sih kalo kata saya.
Duh emang saya siapa.. wkwkwk
Nyonya Ninique duduque cantique di Kafe Spiegel.

Jadi, kami ke Spiegel hanya untuk ngadem.
Dan beli gelato satu. Satu aja buat berenam.


Tempat 7: Sam Poo Kong

Sebenernya tempat ini sebelumnya kami coret dari itinerary, karena kami pikir waktunya tidak cukup. Mumpung masih siang, kami memutuskan ke situ. Karena setelah kami lihat di map, jaraknya tidak sampai setengah jam dari Kota Lama. Hari itu, sedang ada festival dan pengunjung sangat ramai. Karena takut tidak mendapat slot parkir di dalam, akhirnya kami parkir di pinggir jalan, 10 ribu, lumayan. 
Qaqa Sesu bahagia sekali sepertinya.

Foto-foto halal kembali dilaksanakan. Yang masih haram harap bersabar.

Qaqa Dini imutnya cimit-cimit tapi sering.
Pelebaran jidat dan muka terjadi, akibat jilbab yang mundur teratur.




Tiket masuk ke Sam Poo Kong cukup bervariasi. Saat itu, kami membayar 8 ribu per orang. Itu adalah harga tiket bukan terusan, untuk dewasa, dan saat weekend. Sebelumnya kami sholat dahulu, di sebelah kiri pintu masuk terdapat kamar mandi dan mushola yang bisa dipakai pengunjung. Halaman utamanya lumayan luas. Kalian bisa lari lari imut dari pojok ampe pojok sepuas hati. Bebas. Tips: Pakai topi atau payung ternyata membantu, kebetulan saat itu hujan gerimis.
Agak nggak paham juga sama fungsi lingkaran merah yang katanya jadi titik buat foto.


Tempat 8: Beli oleh-oleh

Kami menuju daerah sekitar Jalan Pandanaran untuk membeli oleh-oleh. Banyak sekali toko maupun kios pinggir jalan yang menjual makanan khas. Sebut saja wingko babat, tahu baxo, mochi, bandeng, loenpia, dan lain-lain. Tentu saja dengan rasa, harga, dan kualitas yang bervariasi. Tinggal pilih. Tapi memang saat liburan, akan sulit untuk bisa memarkir kendaraan pribadi di sekitar sini. Penuh sesak. Kayak suasana hati kamu pas di-PHP-in sama gebetan. Ah elah. Setelah memberi beberapa makanan, kami pulang ke Jogja!

Tempat 9: Mampir ke Cimory

Tempat ini tadinya kami pikir tidak akan kami datangi. Kebetulan si Cimory ini berada di arah jalan pulang menuju Jogja. Jadilah kami mampir ke sini. Kami terpaksa parkir di pinggir jalan raya, dan cukup jauh berjalan karena saat itu pengunjung membludak. Beruntung kami masih bisa masuk ke area kandang dan sekitarnya walaupun hari sudah sore. Ternyata mini farm yang ada di situ memang beneran mini, tidak begitu luas. Tiket masuknya 15 ribu per orang, dan dapat bonus satu kotak yogurt mini.

Kuliah umum persalinan ibu sapi oleh drh. Dini Agusti.

Ketimpangan status sosial.





Setelah keluar dari area farm, tersedia resto dan juga toko oleh-oleh. Restonya cukup luas dan bagus. Oleh-oleh juga komplit, mulai dari baju, Chocomory, mainan, dll. Namun tujuan utama kami ke situ adalah membeli produk susu khas Cimory. Selain susu dan yogurt, masih buanyak produk olahan dan jenis makanan lain yang dijual di situ. Tips: kalau doyan susu, beli yang banyak sekalian mumpung mampir, menempuh Jogja-Semarang itu lama kayak nungguin dia ngelamar kamuh. Yaks.






Menurut saya, susu segarnya enak! Seenak janji manis dari mulut beracun gebetan. Eh iya nggak sih. Wkwk. Seriusan, rasa Green tea dan Peach Mango yang saya beli semuanya enak, mengobati rasa dahaga samapai ke sanubari. Oke, lebay. Maap. Menyesal sih hanya beli dua botol aja. Harganya juga cukup bersahabat yaitu 20 ribu saja untuk satu botol besar. Selain itu, es krim yang kami cicip juga enyak. Es krim strawberry cheese cakenya juga terpaut di hati. Eaaa. Wajib beli kalau ke sini lagi. Plis bawa aku ke sini lagi plis.



Pas modelnya Dini ama Ninik, bisa cakeup. Giliran saya kenapa begini.
Itu kantong mata apa kantong parkir ya btw :(
Menggantung gitu kayak janji gebetan.
 

...

Perjalanan pulang dilengkapi dengan kepanikan menahan mulas di tengah kemacetan yang terjadi di hutan. Thanks to Indomaret dan SPBU, you were a real hero! Lesson learned no.3, pastikan kebutuhan akan kamar mandi terpenuhi sebelum memasuki area hutan, be wise with your food. Btw, lesehan lele sambel ijo di Muntilan sepertinya wajib dikunjungi lagi. Thanks RCT for Semarang Trip!

End.


ps: Foto berasal dari kamera saya, Dini, dan kamera hape manteman lainnya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pengalaman Tes AcEPT UGM

1 Oktober 2016. Setelah pada postingan terdahulu saya mengulas pengalaman saat mengikuti Tes PAPs UGM, kali ini saya akan membagikan pengalaman saya saat mengikuti AcEPT. Bagi mahasiswa yang ingin, sedang, atau pernah melanjutkan pendidikan pascasarjananya di UGM mungkin sudah tidak asing lagi dengan tes ini. FYI, di sini tidak akan ditemukan contoh soal maupun tips dan trik untuk lolos pada kedua tes tersebut ya.. Silakan baca juga: Pengalaman Tes PAPs UGM Pengalaman Tes Pro-TEFL UNY Pengalaman TOEFL PBT di IONs Yogyakarta AcEPT AcEPT atau Academic English Proficiency Tes t merupakan tes kemampuan bahasa inggris yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Bahasa (PPB) UGM sebagai salah satu syarat untuk pendaftaran kuliah pascasarjana di UGM. Saat yudisium pun hasil tes ini nanti diperlukan, emm, walaupun mungkin dengan TOEFL juga bisa. Mungkin. Serupa dengan Tes PAPs, saya juga sudah dua kali mengikuti tes ini. Apakah ini hanya suatu kebetulan sodara-sodara?

Pengalaman Tes PAPs UGM

1 Oktober 2016. Rektorat UGM selepas hujan gerimis. Bagi mahasiswa yang ingin, sedang, atau pernah melanjutkan pendidikan pascasarjananya di UGM mungkin sudah tidak akan asing lagi dengan tes PAPs dan AcEPT. Kali ini, saya ingin berbagi sedikit pengalaman saat saya mengikuti kedua tes tersebut. FYI, di sini tidak akan ditemukan contoh soal maupun tips dan trik untuk lolos pada kedua tes tersebut yaa...  Silakan baca juga: Pengalaman Tes AcEPT UGM Pengalaman Tes Pro-TEFL UNY Pengalaman TOEFL PBT di IONs Yogyakarta Tes PAPs Tes PAPs atau Tes Potensi Akademik Pascasarjana merupakan salah satu syarat untuk pendaftaran kuliah pascasarjana di UGM. Selain dengan PAPs ini, sepertinya dapat digunakan juga sertifikat Tes Potensi Akademik (TPA) dari BAPPENAS. Tes PAPs yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi UGM ini, nantinya juga dipakai untuk keperluan yudisium. Saya berkesempatan mengikuti tes ini dua kali, yakni pada tahun 2014 dan 2017. Rajin ya. Kekhilafan ya

Pengalaman TOEFL PBT di IONs

Trotoar di samping GSP. Penghujung bulan September, ditutup dengan sebuah tes yang saya daftar pada detik-detik terakhir penutupan registrasi. Sehari sebelum tes, tidak sengaja membaca info tentang promo TOEFL PBT, yang diselenggarakan oleh IONs bekerja sama dengan komunitas mahasiswa masukugm.  Tes tersebut ditawarkan dengan harga Rp100.000,00 (dari harga normal Rp150.000,00) dan sertifikat yang langsung jadi pada hari itu juga. Karena saya sedang membutuhkan sejenis TOEFL PBT dalam waktu singkat, saya pun mendaftar hari itu juga untuk kemudian tes pada esok siangnya. Apalagi dengan harga yang lebih miring dibanding biasanya. Beruntung masih ada slot kosong untuk saya. Jumat itu memang sedikit riweuh. Masih harus tutorial di kampus pada pagi hingga waktu dzuhur, dan beberapa perintilan untuk bertemu dosen. Entah mengapa tiba-tiba menjadi sok sibuk dalam sehari, padahal hari-hari sebelumnya gabut.  Oh lyfe . Btw, mengisi tutorial itu semacam, bolos kuliah pada satu semest